Skip to main content

Cerpen: Kala Kerja




Cahaya matahari yang menyinari taman sebelah pastoran itu sudah nyaris kemerahan, artinya sebentar lagi matahari berpendar meninggalkan takhtanya.

Satu hal yang aku rasakan sekarang.

“Gua pusing beb..!!” gugamku kepada Vian, rekan kerjaku sebagai sekretaris asrama seminari yang tak lama lagi jabatan kami ini segera diambil alih oleh adik kelas kami kelas Syntaxis.

“Heh, ga usah panggil gua pake beb kalii, jijik gua.., maho lu..” jawabnya dengan ekspresi dibuat-buat

“Halaah, pake jijik segala, udah biasa juga..”

Aku berdiri, mengambil tumpukan kertas kosong yang sekarang sudah tercetak ribuan huruf di atas permukaannya.

“Sisa empat paket lagi nih..” laporku kepada kolegaku itu.

“Oke, oke... huahhmm.., kita tadi ngerjain ini dari jam berapa ya bos?, udah sore banget ni”

“Ga tau ah, pokoknya dari setelah makan siang tadi” jawabku seadanya.

“Emang sialan itu Baden, laptop pake dibawa ke Sanggau Ledo segala lagi, mana data disitu semua.., ini kan ngerjain kita namanya sob, ini juga proposal udah mau diserahin ke anak-anak syntaxis besok pagi nih..” curhat Vian.

Kami sedang membuat Proposal untuk Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) yang akan digelar bulan september depan, proposal ini akan diedarkan oleh seminaris kelas syntaxis pada libur lebaran lusa harinya. Kemarin saudara-saudara kami menampilkan atraksi Drum Band ke Sanggau Ledo, sebetulnya aku juga ikut dalam acara itu tapi kebetulan karena pekerjaan ini aku memutuskan tidak ikut dengan dalih sedang sakit kepada frater pembimbing ekskul itu.

“Iya sob, ini ngeprint aja belom rampung, belom dijilid, belom di tanda-tangan, belom di cap pula.., kok kita dapet kerjaan yang kaya gini ya?, untung gua orangnya tanggung jawab sob, kalo kagak... behh, udah pasti bubar semua” jawabku memanas-manasi Vian

Demikianlah obrolah kami, tak lain tak bukan didominasi narasi-narasi sedih seakan-akan kami terjebak dalam suatu perbudakan kerja paksa romusha berisi rasa penerimaan nasib atas pekerjaan mendadak yang tak kunjung kelar ini. Pekerjaan pun berlanjut diiringi lagu-lagu MLTR dari speaker laptop milik Rendi, wakil ketua OSIS yang kami pinjam untuk mengerjakan pelbagai tugas asrama yang notabene jauh lebih banyak dari pekerjaan di OSIS.

“Gua jadi ingat sesuatu sob..”

“Apaan..?”

“Pacar gua pernah nanya..”

“Nanya apaan?”

“Sampe tiga kali malah”

“Iya.. nanya apaannn...?!!!” dia mulai lapar.

"Katanya, kamu ini sekolah apa kerja sih?, tiap ditanya ada aja kerjanya, mau buat ini lah.. selesaikan ini lah.. ada aja alasan buat nggak hubungi aku” ujarku mengikuti kata-kata doi ditambah bumbu-bumbur dramatis ala sinetron indonesia.

“Ciahh, perhatian amat, terus lu jawab gimana?” dia mulai antusias.

“Ya gua jawab, nggak tau juga beb, dua-duanya kali, Cuma ane kerjanya kagak dibayar, gitu..”

“Bener juga sob, gua aja prihatin ama lu, tiap ada acara ato event pasti lu disibuk’in ngurus proposal ama surat-surat, gua mah kebagian tugas bantu-bantu aja”.

Vian mendekat sambil membawa segelas es tahu yang disediakan kakak pastoran beberapa jam yang lalu, jadi sekarang itu es tahu sudah bercampur dengan es batu dan berkurang dinginnya.

“Makasih beb, perhatian banget lu ama gua” seruku dengan pedenya.

“Enak aja, ambil sendiri dong” jawabnya dengan teganya.

Akupun beranjak dari kursi itu dan mengisi penuh gelas dengan es tahu buatan kakak dapur pastoran yang imut itu. Ehh..

“Ini setelah terprint semua kita balik dulu yah, gua gerah banget ni, ngantuk pula.. capek sampe sekarang, - melihat jam dinding sejenak- udah jam lima kita baru selesai segini, biar nanti malam jam 7 kita lanjutin lagi, sekalian bawa siapa kek gitu buat bantuin kita”. Instruksiku pada Vian

“Siapa juga yang mau lanjutin ini sekarang ?, ini staples ama penjilit ga ada pula, nanti pinjem aja siapa tau anak-anak ada yang punya, kita juga belom mandi kan?” dukung Vian secara tidak langsung.

Segera ku ambil tumpukan kertas terakhir untuk sore ini, dan menyusunnya di atas meja. Tak lupa mematikan komputer pastoran dan menutupnya dengan alas sesuai pesan kakak dapur pastoran ketika mengantar minuman tadi.

“Yuk..” panggil Vian dari depan pintu samping pastoran

Akupun mulai berjalan mendekatinya sambil menenteng laptop beserta chargernya. Kami berjalan berdua diiringi gonggongan anjing di depan gerbang seminari.

“Buset ini binatang, kaya ga kenal ama tuannya aja..” umpat Vian pada anjing-anjing yang hendak menggigit celananya.

Aku hanya tersenyum, dalam hati aku teringat kata-kata pacarku tadi.
Aku ini sekolah atau kerja?, setiap Minggu pasti aku disibukkan dengan pelbagai kerjaan, membuat daftar piket Opera Mini dan Opera Magna itu yang rutin, membuat Proposal beserta tetek bengeknya itu setiap ada acara, dan sederet hal lainnya yang bahkan aku sudah tak mampu mengingatnya.

Sampai akhirnya aku teringat akan tugas lain yang tak kalah pentingnya.
Jauh lebih ingat dibanding fakta bahwa lusa aku berulang tahun.

“Besok ada PR Fisika kan sob? Lu udah ngerjain..?” tanya Vian kepadaku.

“Haahh..?”


Kompi Pastoran dan Sarang Penyamun

Nyarumkop, 26 Juli 2014 17:31 WIB

Comments

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Belajar dari Kegagalan Petrus dan Para Murid

Di tepi Danau Galilea, Yesus memanggil Simon untuk mengikuti-Nya. Ia akan dijadikan penjala manusia (Mrk. 1:16-20). Simon kemudian diberi nama Kefas atau Petrus yang berarti batu wadas atau batu karang (Mrk. 3:16). Nama tersebut sebagai tanda bahwa dialah ketua para rasul dan landasan Gereja yang akan didirikan oleh Kristus (Mrk. 8:29). Petrus adalah ketua sekaligus juru bicara para murid dalam peristiwa-peristiwa penting. Dia juga orang yang pertama kali menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias, yakni Kristus (Mrk. 8:29). Petrus ikut menyaksikan peristiwa transfigurasi atau pemuliaan Yesus (Mrk. 9:2-3). Namun, peristiwa penyangkalan terhadap Yesus sampai tiga kali ketika Yesus diadili merupakan pengalaman yang sangat memalukan. Pengalaman ini menumbuhkan penyesalan yang amat pahit baginya (Mrk. 14:72). Pengalaman memalukan itu diceritakan oleh Petrus kepada Markus (penginjil) bukan tanpa tujuan. Di balik penyangkalan tersebut, ada sesuatu yang ingin disampaikan Petrus kepada kita. Tidak

Katekese: Sejarah Bulan Kitab Suci Nasional

Kini kita telah memasuki bulan September. Pada bulan ini Gereja Katolik Indonesia secara khusus menaruh perhatian pada Kitab Suci. Bagi kita, bulan September adalah Bulan Kitab Suci Nasional. Di setiap keuskupan di Indonesia dilakukan berbagai kegiatan untuk mengisi bulan ini, mulai di stasi/lingkungan, wilayah, paroki, biara, maupun di kelompok-kelompok kategorial. Misalnya, lomba baca Kitab Suci, pendalaman Kitab Suci di lingkungan, pameran buku, dan sebagainya. Perayaan Ekaristi berlangsung secara meriah, diadakan perarakan khusus untuk Kitab Suci, dan Kitab Suci ditempatkan di tempat yang istimewa. Sejak kapan tradisi Bulan Kitab Suci Nasional ini berawal? Untuk apa?  Untuk mengetahui latar belakang diadakannya Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) ini kita perlu menengok kembali Konsili Vatikan II. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II yang berbicara mengenai Kitab Suci adalah Dei Verbum (Sabda Allah). Dalam Dei Verbum para bapa Konsili menganjurkan agar jalan masu

Vocation Story

Saya memakai pakaian alba di masa SMA. Masa akhir SMA memang menjadi masa di mana kita akan membuat sebuah keputusan yang besar untuk hidup kita bertahun-tahun berikutnya. Di akhir SMA kita diberi pilihan untuk melanjutkan pendidikan tinggi yang kira-kira akan menjadi gambaran profesi kita kelak. Saya menjalani pendidikan SMA di sebuah seminari menengah. Sekolah seminari yang tentu tidak asing bagi kita, karena namanya yang mashyur sebagai seminari menengah tertua di tanah Kalimantan. Sebetulnya saya pun tidak menyangka, bahwa setelah menamatkan seminari menengah, melanjutkan studi di seminari tinggi Kapusin adalah pilihan saya diantara sekian banyak tawaran setelah menamatkan SMA. Awalnya hanyalah olok-olok. Ketika akan diadakan pengukuhan Uskup Agung Pontianak yang baru, para siswa seminari diijinkan untuk menghadiri acara tersebut. Namun dengan beberapa syarat: Pertama, berangkat dengan biaya sendiri. Kedua, yang boleh berangkat ialah mereka yang akan melanjutkan ke seminari ting