Skip to main content

Pertobatan Injili Santo Fransiskus dari Assisi

Tulisan ini adalah bahan seminar yang pernah saya bawakan sebagai tugas kuliah. Sesuai dengan judulnya, dalam tulisan ini saya mencoba menguraikan tentang Pertobatan Injili Santo Fransiskus dari Assisi. Sebagai sebuah karya tulis ilmiah, tulisan ini dibuat dengan banyak referensi dan dengan bahasa yang sungguh formal. Dalam postingan ini, saya sisipkan gambar-gambar yang merupakan slide PowerPoint yang saya pakai ketika membawakan seminar dari tulisan ini. Selamat membaca!


Anggaran Dasar yang ditulis oleh St. Fransiskus dibuka dengan pernyataan bahwa hidup Ordonya ialah “menepati Injil Tuhan kita Yesus Kristus.” Hidup St. Fransiskus sendiri kerap dikaitkan dengan Injil. Santo Fransiskus dikenal baik akan besarnya keinginannya untuk dapat meniru Kristus sebagaimana dalam Injil. Keinginannya tersebut terwujud sampai-sampai ia dianugerahi luka-luka Yesus pada tubuhnya (Stigmata).



Hidup pertobatan Santo Fransiskus menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kisah pertobatannya begitu dramatis dan menyentuh hati. Tetapi, pertobatannya itu tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan suatu proses yang berkembang dalam tempo yang tidak singkat.

Pertobatan Fransiskus ialah pertobatan injili. Secara sederhana, pertobatan injili dapat dirangkum sebagai pertobatan yang didasari oleh Injil. Tetapi, apakah maksudnya bahwa sebuah pertobatan didasari oleh Injil? Tulisan ini membahas topik tersebut dan mencoba menjelaskan tentang pertobatan injili dan pertobatan yang dilalui oleh Fransiskus.


Latar Belakang

Santo Fransiskus dari Assisi adalah tokoh yang hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Ordo yang didirikan olehnya diminati dan dimasuki oleh banyak umat beriman yang terinspirasi akan kisah pertobatannya. Bahkan, karena terinspirasi oleh pertobatannya, bermunculan banyak kelompok dan komunitas hidup bakti yang mengambil anggaran dasar yang ia buat dan menghidupi spiritualitas yang ia hidupi.

Hidup Fransiskus yang sempurna tidaklah demikian sejak semulanya. Sebelum pertobatannya, Fransiskus juga sama seperti manusia dan pemuda pada umumnya. Ia pun sering mengarahkan hidupnya kepada hal duniawi dan bukan kepada Allah. Di antara kawan sebayanya, Fransiskus malahan boleh dibilang sebagai pemimpin bagi yang lain. Dengan kekayaan yang dimiliki ayahnya, ia menjadi raja pesta. Ia suka menikmati keindahan dan kenikmatan yang duniawi.

Serangkaian peristiwa terjadi, barulah Fransiskus menarik diri dan berbalik arah untuk mengarahkan hidupnya kepada Allah. Fransiskus baru memulai pertobatannya yang khas dan menjadi inspirasi itu, setelah Allah sendiri “menangkap” ia dan mengarahkan dia kepada hidup pertobatan.

Hidup Fransiskus kerap dikaitkan dengan Injil. Fransiskus sendiri dalam Anggaran Dasar yang ia buat menuliskan bahwa cara hidup dirinya dan para pengikutnya ialah menghidupi Injil. Kini, Anggaran Dasar Fransiskus menjadi dasar pertobatan juga bagi banyak insan. Sehingga para saudara Fransiskus (para pengikutnya) menghidupi Injil Tuhan Yesus Kristus menurut teladan Santo Fransiskus dari Assisi.

Pertobatan Fransiskus ialah pertobatan injili. Pertobatan injili berarti pertobatan itu didasari oleh Injil. Karya tulis ini adalah sebuah tulisan sederhana yang penulis persembahkan kepada para pembaca untuk menjelaskan tentang pertobatan injili St. Fransiskus tersebut.

Rumusan Masalah

Pertobatan Fransiskus adalah salah satu kisah pertobatan yang paling populer, menggugah hati, dan menyentuh banyak orang untuk meneladani pertobatan tersebut. Banyak orang kini menjadi anggota kelompok Fransiskan.

Pertobatan Fransiskus adalah pertobatan yang injili. Artinya, pertobatan Fransiskus didasari oleh Injil. Namun, bagaimanakah maksud sesungguhnya dari pertobatan injili tersebut? Secara khusus, bagaimanakah pertobatan injili yang telah dilalui oleh Santo Fransiskus?

Riwayat Hidup Fransiskus dari Assisi[1]


Kelahiran


Fransiskus lahir di Assisi pada akhir tahun 1181 atau awal 1182. Ayahnya bernama Pietro Bernardone. lbunya bernama Dona Pika, seorang Perancis dari keluarga terkemuka. Ayah Fransiskus seorang pedagang yang kaya raya dan terpandang di kota Assisi. Ia memiliki sebuah toko kain wol di Assisi dan sering bepergian ke luar negeri, khususnya Perancis dan Belgia untuk menjual kain wolnya. Dalam kesempatan seperti itulah diduga ia bertemu dengan Pika. Ia beragama Katolik tetapi tidak pusing tentang agama dan tidak rajin menjalankan tugas keagamaannya. Ia terlalu repot dengan usahanya untuk mencari uang. Sebaliknya, ibu Fransiskus seorang perempuan yang saleh dan taat beragama. Fransiskus adalah anak sulung dari Pietro dan Pika. Fransiskus mempunyai seorang adik laki-laki bernama Angelo yang lahir tahun 1215.

Fransiskus mendapat pendidikan, yang pada zaman itu dianggap pantas bagi anak-anak yang berada dan yang perlu untuk melanjutkan usaha ayahnya. Pendidikan Fransiskus ditangani oleh Ibu Pika sebab ayahnya terlalu sibuk dengan urusan dagang dan sering pergi ke luar negeri. Ketika berusia 14 tahun Fransiskus seperti kebanyakan anak laki-laki di Assisi menyelesaikan sekolahnya dan mulai memasuki masa remaja. 

Masa Muda

Fransiskus mulai membantu ayahnya mengurus toko di kota Assisi. Hanya saja Fransiskus ternyata tidak disibukkan dengan urusan dagang. Ia mempunyai watak periang dan peka terhadap keindahan alam dan hal-hal indah lainnya. Ia berwatak riang, sangat spontan, dan terbuka terhadap sesamanya. Sebagai pemuda yang riang gembira Fransiskus suka menghamburkan uang ayahnya bersama kawan-kawannya di Assisi. Fransiskus menjadi pemimpin mereka dalam mengadakan pesta-pesta, dan pada malam hari berkeliaran di kota sambil menyanyi dan membuat keributan. Ayahnya tidak kikir, dan membiarkan anaknya bersenang-senang dengan teman-temannya. Akan tetapi, Fransiskus tidak pernah memikirkan diri sendiri saja. Ia membagi-bagikan segala sesuatu kepada teman-temannya dan tidak pusing dengan masa depan. Ia pun gemar menolong orang yang susah. Ia memberi derma dan sedekah berlimpah kepada orang miskin di Assisi.

Suatu hari seorang pengemis masuk toko sewaktu Fransiskus melayani di situ. Fransiskus agak jengkel karena terganggu. Ia mengusir pengemis itu tanpa memberi apa-apa. Akan tetapi, baru saja orang itu keluar, Fransiskus menyesal. Ia mencari orang miskin itu di seluruh kota sampai bertemu. Fransiskus minta maaf, lalu memberi sedekah yang berlimpah. Kemudian ia berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa tidak akan pernah lagi menolak seorang, yang minta tolong atas nama Tuhan. Pendeknya Fransiskus seorang pemuda riang, berbakat pemimpin, baik hati, serta pemurah. Meskipun ia melakukan banyak kenakalan, ia tidak pernah berbuat sesuatu yang sungguh-sungguh jahat.

Waktu Fransiskus berumur dua puluh tahun, yaitu pada tahun 1202, pecah perang antara kota Assisi dan Perugia. Fransiskus turut berperang bersama pasukan kota Assisi. Mereka menyerang kota Perugia, tetapi menderita kekalahan. Banyak orang Assisi ditawan, antara lain Fransiskus. Pengalaman di penjara Perugia memang menyedihkan. Tetapi, Fransiskus dapat mempertahankan semangat gembiranya dan menyemangati teman-teman dalam penjara. Kalau mereka bertengkar atau hampir berkelahi, Fransiskus berhasil mendamaikan. Setelah satu tahun lamanya meringkuk dalam penjara, para tawanan dibebaskan (mungkin dengan bantuan ayah Fransiskus). Fransiskus pulang ke rumah, tetapi tidak lama kemudian ia mengalami sakit keras. Ini barangkali akibat dari pengalaman pahit di penjara itu. Fransiskus bahkan nyaris mati. 


Pertobatan

Penyakit itu ternyata menjadi sentuhan pertama rahmat Tuhan. Pengalaman sakit membuka proses pertobatan Fransiskus, yang berlangsung kira-kira empat tahun. Pertobatan itu menjadi perjuangan sengit, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya.

Setelah sembuh, Fransiskus tidak senang lagi dengan cara hidupnya dahulu. Fransiskus mulai mencari-cari sesuatu yang dapat mengisi hidupnya. Suatu malam Fransiskus bermimpi melihat sebuah benteng besar, penuh dengan perlengkapan senjata bagi ksatria. Fransiskus mendengar suatu suara yang menjelaskan bahwa semua itu untuk Fransiskus serta kawan-kawannya. Fransiskus terbangun, dan mengira mendapat ilham jelas tentang apa yang dapat mengisi hidupnya. Ia mau menjadi ksatria! Kesempatan untuk melaksanakan hal itu segera terjadi. Seorang bangsawan dari Assisi mempersiapkan pasukannya untuk pergi ke Italia Selatan yang akan bergabung dengan pasukan paus yang dipimpin oleh Walter dari Brienne. Mereka akan berperang melawan pasukan kaisar Jerman untuk membela kepentingan Paus. Fransiskus ikut sebagai sukarelawan dengan harapan akan dijadikan ksatria. Ia membeli perlengkapan senjata yang bagus dengan uang ayahnya, walaupun sebelum berangkat perlengkapan itu diberikannya kepada seorang ksatria. Ia berangkat menuju ke Selatan, tetapi tidak sampai. Sebab, di kota Spoleto, Fransiskus, yang sedang menderita penyakit malaria, mendengar suatu suara berkata, “Fransiskus, siapa mengganjar lebih baik, tuan atau hamba?” Jawab Fransiskus, "Tuan!", “Mengapa engkau meninggalkan tuan untuk hamba; tuan yang kaya untuk orang yang melarat?" Fransiskus mengerti bahwa jalan keduniaan yang mau ditempuhnya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka ia segera kembali ke Assisi, sekalipun baginya kehendak Tuhan belum seluruhnya jelas.

Sesuai dengan wataknya, Fransiskus secara resmi minta diri kepada teman-temannya. Ia mengadakan sebuah perjamuan besar-besaran, dan setelah makan-minum kelompok pemuda itu berkeliling kota sambil bernyanyi dan main gitar. Teman-temannya merasa bahwa Fransiskus tampak tidak seperti biasa. Ia menjelaskan bahwa ia telah terpikat pada seorang gadis yang luar biasa cantiknya. Terserah apa yang mereka pikirkan, Fransiskus sendiri terus berpikir akan "Putri Kemiskinan” yang mau dipeluknya.



Fransiskus kemudian mulai rajin menjalankan perintah-perintah keagamaan. Ia menyendiri, bertapa dan berdoa, serta kerap menyembunyikan diri di gunung dan gua-gua yang ada di sekitar kota Assisi. Sementara bertapa dan berdoa Fransiskus semakin condong kepada orang miskin, malang dan melarat. Ia menolong mereka dengan uang ayahnya. Akan tetapi, ia belum juga menyelami kemiskinan yang sebenarnya, seperti nasib orang-orang malang itu.

Maka Fransiskus berziarah ke Roma, ke makam St. Petrus dan St. Paulus untuk mencari penerangan tentang apa yang harus diperbuatnya. Di Roma, Fransiskus melihat pada tangga-tangga gereja banyak pengemis yang minta sedekah dari orang yang masuk dan keluar. Ia merasa jengkel ketika ia menyaksikan banyak orang kaya-raya hanya memberikan derma kecil bagi keperluan Gereja. Karena itu, Fransiskus melemparkan seluruh uang yang dibawanya ke atas makam kedua rasul, tempat orang biasa meletakkan sedekahnya. Lalu, Fransiskus meminjam pakaian buruk dan compang-camping seorang pengemis dan duduk di tangga gereja minta sedekah dari orang yang masuk-keluar. Fransiskus mengalami sendiri nasib orang miskin.

Pada suatu hari Fransiskus naik kuda dan berjumpa dengan seorang yang sakit kusta. Penyakit itu selalu sangat menjijikkan Fransiskus. Sebelumnya, ia mau menolong orang kusta itu, tetapi selalu melalui orang lain, dan menghindari mereka. Akan tetapi, hari itu lain dengan hari-hari sebelumnya. Setelah bergumul dengan dengan dirinya sendiri di dalam batin, ia turun dari kudanya, memeluk dan mencium orang kusta itu. Selanjutnya Fransiskus sering mengunjungi orang kusta yang ditampung dalam sebuah rumah di luar kota Assisi. Ia merawat, memberi makan dan pakaian serta menghibur mereka yang ditinggalkan semua orang.

Pada tahun 1206 terjadi sebuah peristiwa lain yang mengarahkan Fransiskus pada perkembangan selanjutnya. Suatu hari Fransiskus membawa setumpukan kain wol dari toko ayahnya untuk dijual di Foligno. Ia singgah sebentar di sebuah gereja kecil di pinggir kota Assisi, yaitu San Damiano, untuk berdoa. Ia berlutut di depan sebuah salib bergaya Bizantin. Sedang berdoa, Fransiskus mendapat kesan bahwa salib itu mulai bicara kepadanya. Fransiskus seolah-olah mendengar suara berkata, "Fransiskus, tidakkah kaulihat bahwa rumah-Ku nyaris roboh menjadi puing-puing? Pergilah, dan perbaikilah itu bagi-Ku!" Gereja San Damiano memang sudah tua sekali dan tidak terurus sehingga hampir roboh.

Pikiran mengenai memperbaiki gereja dianggapnya sebagai tugas panggilannya. Sesuai dengan watak spontannya, ia segera melaksanakan tugas itu. Ia naik kuda, pergi ke Foligno menjual bawaannya, termasuk kudanya, lalu kembali ke San Damiano. Seluruh uang yang dibawanya ditawarkan kepada pastor setempat untuk memperbaiki gereja, membeli minyak bagi lampu Tuhan dan sebagainya. Karena heran dan takut nanti ada kesulitan, pastor menolak. Beliau memang sudah mendengar banyak tentang anak Pietro Bernardone itu. Akan tetapi, Fransiskus meletakkan uang itu di jendela gereja, dan tidak mau membawanya lagi.

Fransiskus tidak pulang ke rumah, tetapi menetap di pastoran San Damiano. Hal ini agaknya membingungkan pastor, namun beliau mengizinkan. Kadang-kadang Fransiskus pergi ke kota Assisi mengumpulkan minyak dan sebagainya untuk keperluan gereja. Mula-mula Fransiskus makan apa yang dihidangkan pastor, tetapi ia merasa itu kurang pantas, dan membebani pastor. Maka setiap hari ia ke kota, bekeliling minta makanan pada warga kota, bahkan pada bekas temannya. Ia memperbaiki Gereja San Damiano dengan tangannya sendiri, bahkan mencoba mengajak orang lain untuk menolongnya. Ia sendiri mencari dan meminta bahan bangunan yang diperlukan. Penduduk Assisi yang menyaksikan itu merasa heran dan menganggap sebagai suatu keganjilan. Tidak jarang Fransiskus diejek dan dicaci-maki. Ada orang yang meneriakkan ejekan "il pazzo" (orang sinting). Bahkan adik Fransiskus sendiri turut mengejek.



Ayah Fransiskus tidak senang akan perkembangan baru anaknya itu. Harga dirinya amat direndahkan, dan keluarganya menjadi buah bibir dan tertawaan di kota. Pietro Bernardone memutuskan untuk bertindak tegas dan menertibkan anak pembangkang yang setengah liar dan berandal itu. Ia mencari dan menangkapnya, memukul dan dengan paksa menyeretnya ke rumah. Fransiskus dijebloskan ke dalam sebuah kamar yang terkunci rapat dan tidak akan dikeluarkan sebelum bertobat. Ibu Fransiskus sangat sedih dan menasihati Fransiskus agar kembali ke jalan yang lurus, dan menjadi anak yang taat. Ketika ayah Fransiskus bepergian lagi, ibunya melepaskan Fransiskus, yang kemudian melarikan diri kembali ke San Damiano.

Sekembalinya dari perjalanan, Pietro menemukan kamar Fransiskus sudah kosong. Ia naik pitam dan memutuskan mengikutsertakan pemerintah kota dalam usahanya untuk mengembalikan Fransiskus. Ia meminta pemerintah kota untuk mengirim polisi ke San Damiano mengambil Fransiskus dan menyeretnya ke pengadilan kota. Akan tetapi walikota menjelaskan, bahwa pemerintah tidak berdaya, sebab Fransiskus menetap di San Damiano sebagai “pelayan” Gereja, sehingga menurut adat kebiasaan zaman itu dan sesuai hukum Gereja hanya uskup saja yang berwenang. Pietro Bernardone kemudian menghadap uskup, dan menuntut supaya Fransiskus dihadapkan kepada pengadilan keuskupan, serta dipaksa mengembalikan segala harta milik ayahnya. Fransiskus dipanggil untuk menghadap pengadilan uskup. Uskup memutuskan bahwa Fransiskus memang mesti mengembalikan harta milik ayahnya. Fransiskus tidak menunda pelaksanaan keputusan itu. Ia melaksanakannya secara radikal. Ia menanggalkan pakaiannya, meletakkan pada kaki ayahnya dan menaruh seluruh uang di atasnya. Lalu ia menempatkan diri sepenuhnya di bawah perlindungan uskup. Uskup yakin, bahwa Fransiskus benar-benar dipimpin Tuhan. Begitulah, Pietro Bernardone menolak Fransiskus sebagai anak dan ahli waris. Fransiskus mengungkapkan pendiriannya begini, “hingga sekarang aku menyebut Pietro Bernardone ayahku, aku telah mengambil keputusan untuk mengabdi Tuhan. Maka aku mengembalikan kepadanya uang, yang menjadi alasan ia gusar; juga pakaian yang kupakai ini, miliknya. Mulai sekarang aku akan berkata, “Bapa kami yang ada di surga' dan bukan, 'Bapa Pietro Bernardone'." 


Panggilan Fransiskus

Hubungan dengan masa lampau sudah putus, tetapi Fransiskus belum mempunyai gambaran jelas mengenai masa depan. Ia meninggalkan rumah Uskup Guido dengan pakaian yang diberikan kepadanya, yaitu pakaian seorang pertapa dan peziarah. Punggung pakaian itu dihiasinya dengan sebuah salib besar yang digambar dengan kapur.

Ada cerita bahwa Fransiskus berjumpa dengan gerombolan penyamun. Ia sedang menyanyi dalam bahasa Perancis. Penyamun itu kecewa sekali tidak mendapat apa-apa dari Fransiskus, maka mereka bertanya siapa Fransiskus. "Aku bentara Raja Besar," jawabnya. Para penyamun melemparkan Fransiskus ke dalam sebuah lubang yang penuh salju. Kemudian Fransiskus bekerja di sebuah biara rahib Benediktin. Ia diperbolehkan bekerja di dapur, tetapi diperlakukan dengan jelek sekali. Fransiskus terpaksa meminta pakaian pada seorang sahabat di Foligno. Entah karena apa, Fransiskus tidak bertahan di biara Benediktin. Ia kembali menetap di San Damiano dan meneruskan karyanya sebagai pembangun gereja. Fransiskus meneruskan cara hidupnya ini selama dua tahun. 



Pada tanggal 24 Februari 1209 Fransiskus mengikuti misa. Injil yang dibacakan ialah Matius 10:7, 9-10, "Pergilah dan beritakanlah kerajaan surga sudah dekat. Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya". Kutipan ini merupakan wejangan Yesus kepada para rasul yang diutus untuk mewartakan Injil ke mana-mana dengan tidak membawa apa-apa. Wejangan itu sangat berkesan di hati Fransiskus. Setelah misa Fransiskus meminta penjelasan lebih lanjut pada imam yang mempersembahkan misa. Mendengar penjelasan itu, dengan gembira hati Fransiskus berteriak, "Itulah yang kuinginkan dengan segenap hati untuk kulaksanakan!" Dalam wasiatnya, Fransiskus menulis bahwa bagian Injil itu menjadi "Wahyu Tuhan" baginya. Tuhan sendiri sudah memberikan petunjuk apa yang harus ditaksanakannya, yaitu melaksanakan Injil dengan sebulat-bulatnya tanpa tawar-menawar.



Tanpa menunda ia melaksanakan panggilan Tuhan. Berlari ia keluar mencopot sepatunya. Sebab dikatakan tidak boleh memakai ikat pinggang dari kulit, ia menggantinya dengan tali yang dipungut dari jalan. Kemudian pakaian pertapa diganti dengan pakaian petani masa itu. Fransiskus hanya sedikit memperpanjang jubah dan lengannya. Lalu Fransiskus mulai memberitakan Injil kepada siapa pun yang mau mendengar. Jelas bagi Fransiskus bahwa membangun Gereja yang nyaris roboh, perlu diartikan secara rohani. Tugas panggilannya ialah membina umat Kristen, bahkan umat manusia, dengan menyalakan semangat Yesus Kristus, Injil pertobatan dan perdamaian.



Fransiskus menjelajah daerah Umbria dan daerah-daerah lain. Ia berbicara dengan semua orang yang dijumpainya. Ia berbicara tentang Allah Bapa, tentang Yesus, mengenai bertobat dan berdamai. Ia suka akan rakyat jelata, orang miskin dan terlantar, serta mereka yang sama sekali tidak diperhatikan. Ia bergaul dengan mereka dengan sopan santun yang halus, dengan manis dan gembira. Sebab ia memang pembawa kabar Gembira, Injil yang melegakan hati manusia dan meriangkan seluruh hidupnya. Melalui contoh hidupnya, Fransiskus membuktikan bahwa orang bisa riang dan gembira, sekalipun melarat dan miskin. Fransiskus sungguh orang yang, oleh Injil, dibebaskan dari segenap ikatan dan segala beban.




Pertobatan 


Kemanusiaan yang rapuh sering membuat manusia bersikap miring, bertindak keliru, dan berbuat salah dalam hidup. Jalan menuju perubahan hidup ke arah yang baik dan benar adalah pertobatan. Melalui pertobatan, manusia akan menyadari kesalahan dan kekeliruannya. Sesudahnya, ia berbalik pada sikap dan tingkah laku yang baik dan benar. Manusia kembali pada tindakan dan perbuatan yang berkenan dan menyelamatkan.[2]

Pertobatan bukanlah suatu status, melainkan suatu perjalanan yang mengarah kepada Allah. Hidup pertobatan bukanlah sesuatu yang sudah melekat dalam diri manusia, seperti sifat, tabiat atau perangai. Hidup pertobatan adalah sesuatu yang spontan, konsekuensi dari hubungan dengan cinta Allah, dan dihidupkan oleh semangat cinta itu. Hidup pertobatan bukanlah sesuatu yang statis, tetapi dinamis. Manusia, di hadapan Allah, akan mengaku diri sebagai ciptaan yang seluruhnya tergantung dari Dia, mengakui kebesaran tak terbatas Sang Ilahi, dan sekaligus mengakui ke-kecil-an dirinya; tapi, sekaligus, manusia itu juga memahami bahwa panggilannya adalah suatu panggilan kepada kebesaran, yang dapat dicapai dengan suatu perjalanan yang terus menerus menuju kemiripan dengan Allah: “Hendaknya kamu sempurna, sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya” (Matius 5:48), dan kemiripan tertinggi ini akan dicapai melalui perendahan diri dan pertobatan yang terus-menerus. Hidup pertobatan adalah jalan naik kepada Allah dan sarana untuk mencapainya.[3] 



Santo Fransiskus dari Assisi, sebagaimana dikisahkan dalam kisah pertobatannya, bertolak dari gaya hidup yang keliru menuju kepada hidup yang benar dan semakin dekat kepada Allah. Bentuk pertobatan Fransiskus ialah dengan perendahan diri dan pertobatan yang terus-menerus. Pertobatan yang terus-menerus, bukan berarti karena terus-menerus berdosa, melainkan pertobatan yang tidak henti-hentinya karena merasa belum cukup bertobat dan tidak pernah layak di hadapan Allah.


Pertobatan Injili


Dalam tradisi Fransiskan, Injil-lah yang membawa orang ke rahmat pertobatan. Panggilan itu adalah undangan Ilahi dan inisiatif Roh Kudus.

Musa sedang sibuk menjaga domba-domba mertuanya di Gurun Sinai ketika ia, karena ingin tahu, mendekati semak yang menyala tapi tak hangus. Sekonyong-konyong dia sudah berhadapan dengan Tuhan, dan dalam keadaan gemetaran dia dihadapkan pada perintah dan panggilan ilahi untuk memimpin umat Tuhan menuju pembebasan; Sabda Tuhan turun atas Yeremia: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah meguduskan engkau; Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”; Panggilan dan penugasan termasyhur dari Yesaya datang sebagai hasil penampakan di kenisah, ketika dia terperana oleh kekudusan ilahi sedemikian jauh, hingga tak ada pilihan baginya selain berseru: “Ini aku, utuslah aku!”; Pengalaman Saulus di jalan Damaskus, membawanya pada refleksi: “Tetapi Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku. [4]” Kisah pertobatan yang dialami tokoh-tokoh tersebut dimulai dari Allah sendiri, karena Allah sendiri, dan digerakkan oleh Allah sendiri. 



Bagaimana pun, satu hal harus dikatakan tentang spiritualitas Fransiskan, yakni bahwa pertobatan adalah dasar kemunculan dan perkembangannya. Sering permulaannya dipandang sebagai sesuatu yang tiba-tiba, walaupun sebenarnya terdapat periode persiapan batin yang mendalam dan panjang. Pertobatan injili memang demikian, terjadi secara tak terduga, seperti sudah diberi contoh oleh pengalaman Saulus dari Tarsus pada Jalan Damaskus.

Namun, pertobatan tidak dapat dibatasi pada masa persiapan, dengan iman dan penerangan yang dramatis. Pengalaman mungkin bermula di sana, tapi pengalaman diteruskan dalam seluruh hidup transformasi yang semakin bertumbuh, sampai mencerminkan citra Allah yang telah dicederai dan dirusak oleh dosa. Pada akhirnya, hal ini sebenarnya tak lain ialah komitmen kepada panggilan Kristus untuk mengikuti Dia. Entah apa pun artinya itu, yang pasti ialah bahwa hal ini menyangkut kematian, dan bukan saja kematian pada akhir perjalanan hidup, tapi kematian-kematian kecil dalam hidup, hidup sekarat, kehilangan, yang pada akhirnya akan membawa pertumbuhan.[5]

Pertobatan itu bersifat injili karena berakar pada Injil, di mana Yesus memanggil: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Jawaban pada panggilan pertobatan dan iman sedemikian adalah pertobatan injili, yang mencakup pengampunan dosa-dosa, komitmen pada kemuridan, dan hubungan pribadi dan mesra dengan Kristus.

Spiritualitas Fransiskan dibangun atas dasar pertobatan, sebagai tanggapan atas undangan Yesus yang terdapat dalam Injil, pengakuan dosa menuju kehidupan sakramental dalam persekutuan Gereja. Dalam konsep Fransiskan, hal ini meliputi disiplin pribadi dan kelompok di mana persekutuan dengan Kristus membawa jiwa peziarah kepada persatuan dengan Allah.[6]

Konsep dan saran fundamental hidup fransiskan berasal dari Injil, yaitu facere poenitentiam (melakukan pertobatan), dalam mengikuti Kristus. Melakukan pertobatan seturut Injil ialah sampai pada metanoia atau mengalaminya, perobahan semangat, dalam berpikir dan berkemauan. Dan perubahan semangat ini diwujudnyatakan dalam meneladani Kristus, dalam mengikuti Kristus yang ditemukan dalam Injil. Inilah arti pertobatan bagi Fransiskus dan bagi para pengikutnya.[7]

Bagi pengikut Fransiskus, dari dulu hingga sekarang, melakukan pertobatan seturut Injil dikonkretisir dalam meneladani Kristus, menyesuaikan diri dengan-Nya, dan dalam membaharui diri dalam Dia seturut hidup apostolis, dengan melaksanakan dan menghotbahkan Injil, dan secara lebih konkrit lagi mengkhotbahkan pertobatan (penitensi) dan damai. Dengan demikian, benar bahwa Injil adalah sumber obyektif supernatural kristosentrisme fransiskan, sementara sumber subyektifnya ialah corak afektif Fransiskus.

Setelah Fransiskus melekatkan diri kepada Injil dalam iman, ia menemukan di dalamnya Sabda, perintah dan ajaran Kristus, bahkan menemukan Kristus sendiri (pribadi Kristus sendiri). Fransiskus tidak hanya ingin mengikuti pengajaran Kristus untuk disebarkan atau untuk mengevangelisasikannya kepada yang lain, tetapi terutama ia ingin mempraktekkanya atau mengikuti pengajaran atau contoh-teladan personal Yesus Kristus sendiri: ia ingin meniru Kristus terutama dalam hidupnya sendiri.[8]

Pertobatan Fransiskus[9]


Pertobatan Fransiskus dilihat sebagai suatu rangkaian sentuhan atau kunjungan ilahi. Olehnya, dia tunduk kepada kehendak ilahi yang menaklukkannya dengan rahmat.

Sentuhan pertama adalah saat Fransiskus mendengar suara pada malam hari di Spoleto ketika dia sudah bersiap-siap menempuh jalan kesatriaan dan kemuliaan. Kendati ada resiko akan diejek orang bahwa dia penakut dan sinting, dia tetap kembali ke Assisi dipaksa oleh sentuhan tadi.

Sentuhan kedua terjadi ketika Fransiskus mencoba terjun kembali ke dalam hidup berfoya-foya dengan pesta-pesta bersama teman-teman sebayanya. Sesudah selesai berpesta anak-anak muda itu berpawai melalui jalan-jalan Assisi. Fransiskus jalan di belakang. Dengan sekonyong-konyong Tuhan mencengkam hatinya, memenuhinya dengan kemanisan yang tiada taranya sehingga ia tidak dapat berbicara atau bergerak. Ia hanya dapat merasakan kemanisan berlimpah-limpah, yang melepaskan dia sepenuhnya dari segala perasaan fisik lainnya. Teman-temannya menemukan dia dalam keadaan terpesona demikian dan jadi percaya bahwa dia jatuh cinta. Dan memang ia jatuh cinta, tapi bukan dengan cara yang mereka sangka.



Sebagai akibatnya, Fransiskus mulai semakin menarik diri dari keributan, teman-teman dan perburuan kenikmatan, dan memakai banyak waktu untuk kontemplasi dan doa di daerah luar kota dan gua-gua Assisi. Pada waktu inilah kesadaarannya akan orang miskin jadi mendalam sampai rasa identifikasi ketika dia mengadakan ziarah ke Roma dan bertukar tempat dengan seorang pengemis untuk sehari. Lalu, perisitwa dengan seorang kusta membuat dia memberi waktu dan perhatian pada panti kusta.

Segalanya ini mengantarnya kepada sentuhan ketiga, yang mengakhiri tahap awal dari pertobatannya di hadapan Juru Selamat tersalib. Di gereja kecil San Damiano yang rusak berada di luar tembok kota Assisi. Di situ ada seorang imam tua yang mempersembahkan misa di altar. Di belakangnya terdapat salib yang dilukis dalam gaya Bizantin. Bukan Yesus yang meliuk dan kesakitan, tapi Yesus yang terentang tangannya dan matanya menatap dengan undangan: “Datanglah kepada-Ku…” Fransiskus merasa tergugah untuk masuk, dan dia berlutut di muka salib itu dan mulai berdoa supaya diberi bimbingan yang lebih jelas dalam peziarahannya.

Ketika itulah terjadi. Tiba-tiba dia ditantang oleh suara yang nampaknya datang dari salib itu: “Fransiskus, perbaikilah Gereja-Ku, yang kaulihat sendiri hampir runtuh.” Memang atapnya berlobang-lobang, dindingnya hampir ambruk dan lantainya berlumut. Dia memang memahami kata-kata itu, tapi tidak secara penuh. Barangkali terlalu banyak untuk dipahami sekaligus.

Sejak peristiwa inilah ia mulai mengambil bagian dalam cinta dan sengsara Kristus yang membimbing dia dari gejolak pertama dari cinta baru di San Damiano, sampai kepada persatuan yang paling dalam dan mistik dengan cinta Kristus terluka di La Verna. Sejak saat itu, hatinya terlukai cintakasih meluluhkan dan belaskasihan kepada derita Kristus; dan dalam hidupnya selanjutnya ia menanggung luka-luka Tuhan Yesus dalam hatinya. Ini dibuktikan dengan jelasnya kemudian ketika stigmata, luka-luka yang sama itu, diterakan secara ajaib pada seluruh tubuhnya sehingga dapat dilihat semua orang.



Pertobatan Injili Santo Fransiskus

Panggilan pertobatan Fransiskus adalah jawaban pada panggilan Kristus untuk menghidupi Injil. Santo Fransiskus dalam Anggaran Dasar yang dirancangnya, yang kini menjadi dasar hidup bagi keseluruhan tarekat Fransiskan,[10] menuliskan bahwa, “Anggaran dasar dan cara hidup Saudara-Saudara Dina ialah menepati Injil Suci Tuhan kita Yesus Kristus sambil hidup dalam ketaatan, tanpa milik dan dalam kemurnian.”[11]

Fransiskus melukiskan dengan singkat perjalanan dan arti pertobatannya:

Beginilah Tuhan menganugerahkan kepadaku, Saudara Fransiskus, untuk mulai melakukan pertobatan. Ketika aku dalam dosa, aku merasa amat muak melihat orang kusta. Tetapi Tuhan sendiri mengantar aku ke tengah mereka dan aku merawat mereka penuh kasihan. Dan setelah aku meninggalkan mereka, apa yang tadinya terasa memuakkan, berubah bagiku menjadi kemanisan jiwa dan badan; dan sesudahnya akusebentar menetap, lalu aku meninggalkan dunia.[12]



Sebagai awal pertobatannya, di sini Fransiskus mengungkapkan: “untuk mulai melakukan pertobatan” dan “ketika aku dalam dosa”. Dengan ini diungkapkan suatu gerak, yakni gerak dari “dunia” atau dari “dosa” menuju alamat tertentu. Pasti alamat ini ialah hidup religius yang dianutnya. Dan yang menggerakkan Fransiskus menuju alamat itu ialah Tuhan sendiri: Ia menganugerahkan inspirasi dan kekuatan kepada Fransiskus untuk memulai pertobatan: Ia mengantar Fransiskus ke tengah orang kusta.

Sebenarnya bukan hanya kepada orang kusta saja ia dibimbing oleh Tuhan, tapi juga kepada orang miskin, kepada Imam miskin, ke gereja San Damiano, ke hadapan Uskup Assisi (Guido) karena diadukan oleh ayahnya dan di sana ia menelanjangi dirinya, ke misa di Portiuncula di mana ia mendengar Injil perutusan, ke gereja St. Nikolaus di mana ia bersama para pengikutnya yang pertama membuka Injil tiga kali untuk mengetahui dari Injil itu sendiri apa yang harus mereka pegang sebagai pedoman hidup mereka, dan lain-lain. Dengan menyebut orang kusta di sini, hendak digarisbawahi bahwa orang kusta itu sebagai pusat pergerakannya dalam proses pertobatannya. 

Sepanjang sejarah dan riwayat hidup Fransiskus, pertobatan selalu hadir dalam segala langkah hidupnya: sejak umur 25 tahun (saat pertobatannya), pada saat hidupnya bersama para saudaranya yang tinggal lama di Portiuncula, pada saat sakit (penyakit yang ditimbulkan oleh praktek pertobatan yang ketat dan keras), pada saat menerima stigmata, menjelang kematiannya, dan hingga akhir hayatnya.[13]



Arti pertobatan nampak jelas dari kata yang dipakai: “berubah”. Ada perubahan dari “muak” kepada “manis”. Ada perubahan atau gerak dari “dosa” atau dunia kepada yang lain, yaitu “meninggalkan dunia”. Orang kusta adalah “kepahitan” bagi orang duniawi, tetapi menjadi “kemanisan” bagi orang rohani. Dengan merasa “muak” melihat dan menjamah orang kusta sebagai orang dunia, tetapi berubah menjadi “manis” dalam pengalaman rohani yang mendalam, berarti di sini ada ide menyalibkan daging dan keinginannya, sebab daging dan keinginannya itulah yang tentunya “muak” kepada orang kusta. Fransiskus, sejak permulaan pertobatannya ia menyalibkan daging dan keinginannya dengan keketatan disiplin. Daging yang “muak” akan orang kusta itu telah berubah menjadi tubuh rohani yang merasa “manis” dan tak jijik lagi dalam bertemu, memeluk dan bahkan mencium orang kusta.[14] 



Si anak muda Fransiskus mempunyai kekuatan tidak hanya dalam semangat tapi juga ditopang oleh uang. Ia tidak hanya menyia-nyiakan energi ini, tapi menjadi pelopor anak muda masa itu, juga untuk menyia-nyiakan energi mereka yang bergejolak dan berlebihan. Rupanya, teori kelebihan energi anak muda yang perlu disalurkan, dialami Fransiskus dulu. Kalau energi itu tidak disalurkan secara sehat, maka bisa tersalur secara tidak sehat. Tetapi energi Fransiskus itu rupanya harus terarah, bukan untuk kefanaan dunia, tapi untuk Allah. Dengan dorongan Roh Kudus, kekuatan materi yang dimilikinya diarahkan bukan lagi untuk berfoya-foya, tapi untuk Tuhan.



Sejak masa kecilnya ia tidak terdidik dalam jalan Tuhan dan pengetahuan tentang Allah; ia hidup dalam kepolosan alamiah dan kehangatan hawanafsu-hawanafsunya, sampai ia diubah tangan Allah yang Mahatinggi, dilepaskan dari dosa-dosanya dan oleh rahmat dan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dipenuhi dengan kebijaksanaan Ilahi lebih dari sekalian orang semasanya. Fransiskus berubah bagaikan Saulus yang menjadi Paulus di Damsyik.[15] “Damsyik”-nya Fransiskus ialah lembah Spoleto, di mana ia disapa Tuhan dan ia menjawab: “Tuhan, apa yang harus kuperbuat seturut kehendak-Mu?”. Dia mau melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, bukan lagi yang dikehendakinya sendiri.

Perintah Tuhan kepada kedua tokoh ini sama. Kepada Paulus dikatakan Tuhan: “Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat.[16] Dan kepada Fransiskus dikatakan: “Kembalilah ke tempatmu sendiri, […] dan engkau akan diberitahu apa yang harus dilakukan”.[17]

Meski pada permulaan ia mau memperbaiki gereja secara fisik, tapi akhirnya ia sadar bahwa pesan Yang Tersalib dari San Damiano adalah juga perbaikan Gereja sebagai umat Allah. Setelah mendengar Injil perutusan di Portiuncula, maka ia, dengan pakaian pertobatan, pergi mewartakan Kerajaan Allah dan pertobatan, seperti para rasul, tanpa membawa apa-apa. Fransiskus mulai mendapat beberapa saudara yang tertarik dengan cara hidupnya dan hendak mengikuti dia. Fransiskus belum tahu apa yang harus dibuat. Maka, mereka bersama pergi ke Gereja St. Nikolaus untuk menanyakan Tuhan apa yang harus mereka buat. Mereka membuka Injil sampai tiga kali, dan menemukan ayat-ayat berikut: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutilah Aku.” (Mat. 19-21); “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju.” (Luk. 9:3); “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat. 16:24). Ketiga kutipan Injil inilah yang menjadi dasar hidup Fransiskus dan para saudaranya, menjadi Anggaran Dasar hidup mereka. Berdasarkan teks Injil ini, Fransiskus menyusun Anggaran Dasar singkat yang dibawa ke Roma untuk disahkan. 



Fransiskus sering menyebut bahwa hidupnya dan hidup para saudara adalah seturut bentuk hidup Injil (forma evangelii). Forma kita mengerti pada umumnya sebagai bentuk. Jadi, sesuatu yang nyata, sesuatu yang punya bentuk, sesuatu yang berbentuk jelas. Bagi Fransiskus, Injil adalah bentuk hidup, yang berarti bahwa Injil membentuk hidup Fransiskus atau hidup Fransiskus dibentuk, ditata, diarahkan, dibimbing oleh Injil. 



Bonaventura menyebut Fransiskus sebagai suri teladan atau model seluruh kesempurnaan injili. Dalam Legenda Minor,[18] Bonaventura mengaitkan pertobatan Fransiskus dengan kebajikan-kebajikan: puasa, tubuh yang lemah, kemurnian hati dan tubuh, kerendahan hati, kemiskinan, kesederhanaan, belaskasihan, dan lain sebagainya. Dengan ini jelas bahwa dengan menghidupi seluruh kebajikan ini, Fransiskus melakukan penitensi dan pertobatan. Seluruh kebajikan ini tidak lain adalah kesempurnaan injili, artinya kesempurnaan yang disampaikan dan diajarkan oleh Injil. [19]



Bagi Fransiskus, bertobat berarti keluar secara rohani dari tanah airnya menuju tanah yang ditunjukkan oleh Tuhan padanya, sebagaimana Abraham keluar dari tanah airnya menuju tanah yang ditentukan Tuhan. Bahkan bukan hanya keluar dari tanah airnya, tapi juga dari dirinya sendiri menuju Diri yang lain, yaitu Kristus. Fransiskus, seperti rasul Paulus, bukan lagi hidup untuk dirinya sendiri, tapi untuk Kristus! (Gal. 2:20).[20] Dalam arti ini, pertobatan Fransiskus ialah pertobatan kepada Kristus. Yang hidup dalam dia bukan lagi dirinya sendiri, tapi Kristus. Rasul Paulus sudah mengatakan hal ini, dan inilah yang diikuti oleh Fransiskus. 

Kesimpulan 



Hidup dan kisah pertobatan Fransiskus menjadi inspirasi pertobatan bagi banyak orang. Namun, hidup Fransiskus yang sempurna itu tidaklah demikian sejak awal. Sebelum bertobat, Fransiskus juga sering mengarahkan hidupnya kepada hal duniawi dan bukan kepada Allah. Setelah mengalami berbagai peristiwa dan pergumulan yang panjang, barulah Fransiskus berbalik arah untuk memfokuskan hidupnya kepada Allah.

Pertobatan Fransiskus ialah pertobatan injili. Pertobatan injili berarti pertobatannya didasari oleh Injil. Ciri khas pertobatan ini ialah bahwa Allah sendiri yang mulai memanggil dan mengarahkan pendosa kepada hidup pertobatan. Karena itu, si pentobat mengalami perubahan hidup yang radikal.

Pertobatan injili adalah karya Allah. Pertobatan injili berakar pada Injil, dan adalah tanggapan manusia terhadap seruan Yesus di dalam Injil yang memanggil, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Jawaban pada panggilan pertobatan dan iman sedemikian adalah pertobatan injili, yang mencakup pengampunan dosa-dosa, komitmen pada kemuridan, dan hubungan pribadi dan mesra dengan Kristus. 



Santo Fransiskus, setelah melekatkan diri kepada Injil dalam iman, ia menemukan di dalamnya Sabda, perintah dan ajaran Kristus, dan menemukan pribadi Kristus sendiri. Fransiskus tidak hanya ingin mengikuti pengajaran Kristus untuk disebarkan atau untuk mengevangelisasikannya kepada yang lain, tetapi terutama ia ingin mempraktekkanya atau mengikuti pengajaran atau contoh-teladan personal Yesus Kristus sendiri: ia ingin meniru Kristus terutama dalam hidupnya sendiri.

Demikianlah, pertobatan Injili, ialah pertobatan yang selalu berakar pada Injil, yaitu Yesus Kristus. Pertobatan injili menuntut para pentobat untuk menghidupi Injil dalam hidup mereka. Pertobatan ini terarah kepada Kristus. Yang hidup dalam dia bukan lagi dirinya sendiri, tapi Kristus. Inilah bentuk pertobatan yang diikuti oleh Fransiskus. 


Refleksi

Penulis sendiri adalah seorang Fransiskan Kapusin. Penulis juga menaruh kekaguman terhadap teladan hidup Santo Fransiskus. Dalam menjalani panggilan, penulis sempat merasa “dijebak” atau “ditangkap” oleh Tuhan untuk mengikuti dan melayani Dia, sebagaimana yang Santo Fransiskus alami. Bergabung dalam Ordo yang didirikan Fransiskus, penulis pun sempat mengalami rasa tekad untuk menghidupi Injil dan menyerahkan keseluruhan diri dalam tuntunan Yesus Kristus.

Melalui tulisan ini, penulis menyadari bahwa panggilan kepada pertobatan mestilah dimulai dari Allah. Artinya, manusia yang hendak bertobat, tidak dapat mengandalkan dirinya sendiri untuk menjalani pertobatannya. Manusia harus menyerahkan diri seutuhnya dalam bimbingan Roh Kudus.

Penulis sendiri masih kerap lupa untuk menggantungkan diri kepada Allah. Karena itu, pertobatan penulis dapat dikatakan masih setengah-setengah. Penulis seringkali “berjalan sendiri” dan kurang menimba tuntunan Yesus melalui Sabda-Nya dalam Injil. Penulis masih gagal untuk meneladani hidup Kristus dan menghidupkan Kristus dalam diri penulis.


Penutup

Tulisan ini telah menerangkan kepada kita tentang pertobatan injili Santo Fransiskus dari Assisi. Semoga kita yang membacanya dapat mengambil makna pertobatan dan inspirasi untuk menghidupi pertobatan kita sendiri seturut Injil.

Pertobatan injili memang dimulai oleh Allah. Tetapi, manusia harus membuka dirinya terhadap tuntunan Roh Kudus supaya dapat diarahkan kepada pertobatan yang sejati. Santo Fransiskus, setelah melekatkan diri kepada Injil, menemukan pribadi Kristus. Fransiskus tidak hanya menaruh kekaguman kepada Kristus, tetapi ia juga menghidupkan teladan Yesus Kristus, yaitu meniru Kristus dalam hidupnya sendiri.

Demikianlah, pertobatan injili berakar pada Injil, yaitu Yesus Kristus. Pertobatan injili menuntut para pentobat untuk menghidupi Injil dalam hidup mereka. Pertobatan ini terarah kepada Kristus. Semoga kita pun mampu menghidupkan Kristus dalam hidup pertobatan kita.

Bibliografi:

Leteng, Hubertus. Spiritualitas Pertobatan–Pintu Masuk Kerajaan Allah (Jakarta: Obor, 2010)

Marpaung, Manangar C. Introduksi Spiritualitas Fransiskan 1. Medan: Bina Media Perintis, 2008.

______. Introduksi Spiritualitas Fransiskan 2. Medan: Bina Media Perintis, 2008.

­­­______. Manangar C. Spiritualitas Dasar Fransiskan. Medan: Bina Media Perintis, 2018.

Saragi, Thomas S. Spiritualitas Fransiskan: Mengikuti St. Fransiskus Assisi Dewasa Ini. Medan: [tanpa penerbit], [tanpa tahun].

Tim KPSF, Pengenalan Dasar Fransiskan untuk Postulan. Medan: Komisi Pengembangan Spiritualitas Fransiskan, [tanpa tahun]. 

Referensi:

[1] Tim KPSF, Pengenalan Dasar Fransiskan untuk Postulan (Medan: Komisi Pengembangan Spiritualitas Fransiskan, [tanpa tahun]), hlm. 5-24.

[2] Hubertus Leteng, Spiritualitas Pertobatan–Pintu Masuk Kerajaan Allah (Jakarta: Obor, 2010), hlm. 5.

[3] Manangar C. Marpaung, Introduksi Spiritualitas Fransiskan 2 (Medan: Bina Media Perintis, 2008), hlm. 199.

[4] Thomas S. Saragi, Spiritualitas Fransiskan: Mengikuti St. Fransiskus Assisi Dewasa Ini (Medan: [tanpa penerbit], [tanpa tahun]), hlm. 33-34.

[5] Thomas S. Saragi, Spiritualitas Fransiskan..., hlm. 31.

[6] Thomas S. Saragi, Spiritualitas Fransiskan..., hlm. 32-33.

[7] Manangar C. Marpaung, Introduksi Spiritualitas Fransiskan 1 (Medan: Bina Media Perintis, 2008), hlm. 155.

[8]Manangar C. Marpaung, Introduksi Spiritualitas Fransiskan 1, hlm. 156.

[9] Thomas S. Saragi, Spiritualitas Fransiskan..., hlm. 34-36.

[10] Yang dimaksud ialah: Anggaran Dasar yang diteguhkan dengan Bulla (digunakan oleh ketiga Ordo pertama Fransiskan: OFM, OFMConv, dan OFMCap); Anggaran Dasar Santa Klara (digunakan oleh Ordo kedua Fransiskan/Klaris); dan Anggaran Dasar dan Cara Hidup Saudara-Saudari Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus (dipakai oleh tarekat Fransiskan lainnya). Semua dokumen ini terdapat dalam Leo L. Ladjar (ed.), Fransiskus Assisi, Karya-Karyanya (Yogyakarta: Kanisius, 1988).

[11] Konstitusi Saudara Dina Kapusin, diterjemahkan oleh Emmanuel Sembiring (Roma: Kuria General Saudara Dina Kapusin, 2013), hlm. 13.

[12] Leo L. Ladjar (ed.), Fransiskus Assisi, Karya-Karyanya..., hlm. 159.

[13] Manangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar Fransiskan (Medan: Bina Media Perintis, 2018), hlm. 274.

[14] Manangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar..., hlm. 275.

[15] Pertobatan Paulus Rasul dapat dibaca dalam Kis 9:3-19; 22:6-16; 26:12-20.

[16] Kisah Para Rasul 9:6

[17] Manangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar..., hlm. 275-276.

[18] Sebuah buku biografi tentang St. Fransiskus karya Bonaventura. Isinya berupa cerita-cerita “kecil” tentang hidup St. Fransiskus. (bdk. dengan Legenda Maior)

[19] Manangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar..., hlm. 284.

[20] Manangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar..., hlm. 275-277.

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Kegagalan Petrus dan Para Murid

Di tepi Danau Galilea, Yesus memanggil Simon untuk mengikuti-Nya. Ia akan dijadikan penjala manusia (Mrk. 1:16-20). Simon kemudian diberi nama Kefas atau Petrus yang berarti batu wadas atau batu karang (Mrk. 3:16). Nama tersebut sebagai tanda bahwa dialah ketua para rasul dan landasan Gereja yang akan didirikan oleh Kristus (Mrk. 8:29). Petrus adalah ketua sekaligus juru bicara para murid dalam peristiwa-peristiwa penting. Dia juga orang yang pertama kali menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias, yakni Kristus (Mrk. 8:29). Petrus ikut menyaksikan peristiwa transfigurasi atau pemuliaan Yesus (Mrk. 9:2-3). Namun, peristiwa penyangkalan terhadap Yesus sampai tiga kali ketika Yesus diadili merupakan pengalaman yang sangat memalukan. Pengalaman ini menumbuhkan penyesalan yang amat pahit baginya (Mrk. 14:72). Pengalaman memalukan itu diceritakan oleh Petrus kepada Markus (penginjil) bukan tanpa tujuan. Di balik penyangkalan tersebut, ada sesuatu yang ingin disampaikan Petrus kepada kita. Tidak

Katekese: Sejarah Bulan Kitab Suci Nasional

Kini kita telah memasuki bulan September. Pada bulan ini Gereja Katolik Indonesia secara khusus menaruh perhatian pada Kitab Suci. Bagi kita, bulan September adalah Bulan Kitab Suci Nasional. Di setiap keuskupan di Indonesia dilakukan berbagai kegiatan untuk mengisi bulan ini, mulai di stasi/lingkungan, wilayah, paroki, biara, maupun di kelompok-kelompok kategorial. Misalnya, lomba baca Kitab Suci, pendalaman Kitab Suci di lingkungan, pameran buku, dan sebagainya. Perayaan Ekaristi berlangsung secara meriah, diadakan perarakan khusus untuk Kitab Suci, dan Kitab Suci ditempatkan di tempat yang istimewa. Sejak kapan tradisi Bulan Kitab Suci Nasional ini berawal? Untuk apa?  Untuk mengetahui latar belakang diadakannya Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) ini kita perlu menengok kembali Konsili Vatikan II. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II yang berbicara mengenai Kitab Suci adalah Dei Verbum (Sabda Allah). Dalam Dei Verbum para bapa Konsili menganjurkan agar jalan masu

Vocation Story

Saya memakai pakaian alba di masa SMA. Masa akhir SMA memang menjadi masa di mana kita akan membuat sebuah keputusan yang besar untuk hidup kita bertahun-tahun berikutnya. Di akhir SMA kita diberi pilihan untuk melanjutkan pendidikan tinggi yang kira-kira akan menjadi gambaran profesi kita kelak. Saya menjalani pendidikan SMA di sebuah seminari menengah. Sekolah seminari yang tentu tidak asing bagi kita, karena namanya yang mashyur sebagai seminari menengah tertua di tanah Kalimantan. Sebetulnya saya pun tidak menyangka, bahwa setelah menamatkan seminari menengah, melanjutkan studi di seminari tinggi Kapusin adalah pilihan saya diantara sekian banyak tawaran setelah menamatkan SMA. Awalnya hanyalah olok-olok. Ketika akan diadakan pengukuhan Uskup Agung Pontianak yang baru, para siswa seminari diijinkan untuk menghadiri acara tersebut. Namun dengan beberapa syarat: Pertama, berangkat dengan biaya sendiri. Kedua, yang boleh berangkat ialah mereka yang akan melanjutkan ke seminari ting